Powered By Blogger

Sabtu, 26 Februari 2011

Unsur Hara Tanaman

Unsur Hara Makro

Nitrogen (N)

Nitrogen adalah unsur hara makro utama yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak. Sumber N tidak diperoleh dari batuan dan mineral tapi berasal dari hasil pelapukan bahan organik, dari udara dari fiksasi N oleh mikroorganisme baik yang bersimbiosa dengan akar tanaman leguminosa seperti rhizobium atau tidak seperti bakteri Azotobacter dan Clostridium. Sumber lain nitrogen di dalam tanah adalah melalui air hujan dan melalui penambahan pupuk buatan seperti Urea atau ZA (Hasibuan, 2006).

Zat lemas diserap oleh akar tanaman dalam bentuk NO3- dan NH4+ , protoplasma yang hidup terdiri dari kira- kira 25% bahan kering dengan komposisi 50-50% zat-zat putih telur dan 5-10% lipoiden dan persenyawaan lainnya yang mengandung N. Kadar zat lemas dari protoplasma kira-kira antara -2,5%. Dengan adanya pemungutan hasil tanaman secara besar-besaran maka banyak sekali zat lemas yang hilang (Anonimous, 2005).

Nitrogen di dalam tanaman merupakan unsur yang sangat penting untuk pembentukan protein, daun-daunan dan berbagai persenyawaan organik lainnya. Nitrogen ditinjau dari berbagai sudut, mempunyai pengaruh positif sebagai berikut :

a.Besar pengaruhnya dalam menaikkan potensi pembentukan daun-daun dan ranting.

b.Mempunyai pengaruh positif terhadap kadar protein pada rumput dan tanaman makanan ternak dan lainnya.

c.Pada berbagai tanaman gandum menaikkan kadar protein pada butir gandum. (Rinsema, 1993).

Gejala kekurangan unsur N dapat dilihat dimulai dari daunnya, warnanya yang hijau agak kekuningan selanjutnya berubah menjadi kuning. Jaringan daun mati dan inilah yang menyebabkan daun selanjutnya menjadi kering dan berwarna merah kecoklatan. Pada tanaman dewasa pertumbuhan yang terhambat ini akan berpengaruh terhadap pembuahan sehingga buahnya tidak sempurna, umumnya kecil dan cepat matang (Sutedjodan Kartasapoetra, 1987).

Bila terjadi kelebihan N, tanaman akan tampak terlalu subur, ukuran daun akan menjadi lebih besar, batang menjadi lunak dan berair (sekulensi) sehingga mudah rebah dan mudah diserang penyakit. Kelebihan juga dapat menyebabkan penundaan pembentukan bunga, bahkan mudah lebih mudah rontok dan pemasakan buah cenderung terlambat (Novizan, 2004).

Biarpun ada hubungan yang erat antara pemberian N dengan sejumlah bahan kering yang dihasilkan, tidak berarti bahwa pemberian zat N itu harus sebanyak-banyaknya sebab pemberian zat N yang berlebih akan dapat membahayakan. Memang benar pemberian N akan menghasilkan banyak bahan hijau berupa daun dan batang tetapi pemberian N yang banyak dapat memperlambat masaknya biji. Pemberian N yang banyak mempengaruhi juga perkembangan susunan akar, tetapi tidak sebagai Phosphorus dimana akar menjadi lebih panjang dan lebih dalam masuk kedalam tanah. Oleh karena dalamnya masuknya susunan akar kedalam tanah yang tidak sepadan dengan kesuburan pada bagian atas tanah, maka tanaman dalam keadaan demikian akan lebih lekas kekeringan (Anonimous, 2005).

Posfor (P)

Sumber pupuk P yang diberikan perlu diperhatikan sebelum diberikan kedalam tanah. Apabila bentuk mono- kalsium posfat yang diberikan kedalam tanah, maka air didalam tanah disekitar pupuk yang kemudian melarutkan P- pupuk (Hasibuan, 2004).

Posfat yang diserap tanaman dalam bentuk H2PO4-, HPO42- dan PO42- atau tergantung kepada nilai pH tanah.

Posfor sebagian besar berasal dari pelapukan bahan organik. Walaupun sumber posfor didalam tanah mineral cukup banyak, tanaman masih bisa mengalami kekurangan posfor. Pasalnya sebagian posfor terikat secara kimia oleh unsur lain sehingga menjadi senyawa yang sukar larut dalam air (Novizan,2004).

Tanaman yang kekurangan posfor warna daunnya akan tampak tua dan sering tampak mengkilap kemerahan. Tepi daun bercabang, dan batang terdapat warna merah ungu yang lambat laun berubah menjadi kuning. Kalau tanaman berbuah, buahnya kecil, tamapk jelek dan lekas matang (Linggad an Marsono, 2001).

Bila tanaman kahat unsur P, maka berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman seperti, tumbuhan yang kerdil, hal ini terjadi karena pembelahan sel terganggu. Warna daun berubah menjadi ungu atau coklat mulai dari ujung-ujung daun. Hal yang semacam ini terlihat pada tanaman yang masih muda. Gejala kahat P pada tanaman jagung, terlihat dimana tongkolnya kecil-kecil dan biji jagung yang terbentuk pada tongkol yang tidak sempurna (Hasibuan,2006).

Kalium (K)

Kalium diserap dalam bentuk K+. kalium banyak terkandung pada abu. Abu daun teh yang muda mengandung sampai 50% K2O. Kalium K merupakan komponen dari bahan organik yang membentuk tanaman (Rinsema, 1993).

Gejala kekurangan unsur K dapat ditunjukkan dengan daun terlihat lebih tua, batang dan cabang lemah dan mudah rebah, muncul warna kuning ditepi daun yang sudah tua yang akhirnya mengering dan rontok, daun keriting dimulai daun yang paling tua, kematangan buah terhambat, ukuran buah menjadi lebih kecil, buah mudah rontok (Novizan, 2004).

Tanaman yang kekurangan Kalium akan cepat mengayu atau menggabus, hal ini disebabkan kadar lengasnya yang lebih rendah. Menurut penyelidikan mikro, kalium berpengaruh baik pada pembentukan serat-serat seperti pada rosela, kapas dan rami, dinding-dinding sel lebih baik keadaannya dan lebih baik kandungan airnya, sel-sel ini tumbuh lebih baik, lebih kuat dan lebih panjang (Anonimous, 2005).

Kalium tidak disintesis menjadi senyawa organik oleh tumbuhan, sehingga unsure ini tetap sebagai ion di dalam tumbuhan. Kalium berperan sebagai activator dari berbagai enzim yang esensial dari reaksi-reaksi fotosintesis dan respirasi, serta untuk enzim yang berperan dalam sintesa protein (Lakitan, 1995).

Kalium terdapat didalam sel-sel yaitu sebagai ion-ion didalam cairan sel dan sebagai persenyawaan adsorptif didalam zat putih telur dari sitoplasma. Inti sel tidak mengandung kalium. Sebagai ion didalam cairan sel, Kalium berperan dalam melaksanakan "turgor" yang disebabkan oleh tekanan osmotis. Ion Kalium mempunyai fungsi psikologis pada asimilasi zat arang.Bila tanaman sama sekali tidak diberi Kalium, maka asimilasi akan terhenti. Oleh sebab itu pada tanaman yang banyak menghasilkan hasil asimilasi seperti kentang, ubi kayu, tebu, nanas, akan banyak memerlukan Kalium (K2O) didalam tanah. Kalium berfungsi pula pada pembelahan sel dan pada sintesa putih telur. Pada saat terjadi pembentukan bunga atau buah maka Kalium akan cepat ditarik oleh sebab itu Kalium mudah bergerak (mobil). Fungsi lain dari Kalium adalah pada pembentukan jaringan penguat. Perkembangan jaringan penguat pada tangkai daun dan buah yang kurang baik sering menyebabkan lekas jatuhnya daun dan buah itu. Daun-daun pada teh dan tangkai buah kelapa bila kekurangan Kalium akan terkulai dan buahnya lekas jatuh (Anonimous, 2005).

Kalsium (Ca)

Unsur ini diserap dalam Ca++, Kalsium terdapat sebagai kalsium pectinaat pada lamela-lamela tengah dari dinding-dinding sel, endapan-endapan dari kalsium oksalat dan kalsium karbonat dan sebagai ion didalam air-sel. Kebanyakan dari zat kapur ini (CaO) terdapat didalam daun dan batang. Pada biji-biji relatif kurang mengandung kapur, demikian juga pada akar-akaran. Pada akar-akaran banyak terdapat pada ujung-ujungnya dan bulu-bulu akar. Fungsi ion Kalsium yang penting adalah mengatur permeabilitas dari dinding sel. Telah diketahui bahwa ion-ion kalium itu mempertinggi permeabilitas dinding sel dan ion-ion Kalsium adalah sebaliknya. Hal ini penting bagi organisme, sebab bertambahnya permeabilitas yang disebabkan ion-ion Kalium dapat lebih dicegah. Peranan yang penting dari kapur terdapat pada pertumbuhan ujung-ujung akar dan pembentukan bulu-bulu akar.

Bila kapur ditiadakan maka pertumbuhan keduanya akan terhenti dan bagian-bagian yang telah terbentuk akan mati dan berwarna coklat kemerah-merahan (Anonimous, 2005).

Kalsium penting untuk tanaman dan tanah. Kalsium merupakan bagian dari semua sel tanaman. Di dalam tanaman, ia bersifat immobial. Ia tidak bergerak dari daun-daun muda, sehingga menyediakan kalsium yang berkesinambungan sangat mutlak selama siklus hidup tanaman yang bersangkutan.Bagi tanah kalsium yang seimbang jumlahnya dapat memperbaiki struktur tanah (Indranada, 1989).

Tanaman yang kekurangan kalsium dicirikan oleh tepi daun muda yang mengalami klorosis. Gejala ini lambat laun akan menjalar diantara tulang-tulang daun. Kuncup-kuncup muda akan mati karena perakarannya yang kurang sempurna, malahan sering salah bentuk. Kalaupun ada daun yang muncul, warnanya akan berubah dan jaringan di beberapa tempat pada helai daun akan mati (Linggada n Marsono, 2001).

Kekahatan Kalsium juga membatasi pertumbuhan akar, batang dan sebagainya. Akar tanaman yang kahat kalsium tidak mampu tumbuh memanjang dengan cepat, sehingga tidak dapat memperoleh air dan unsure hara. Kahat kalsium menghalangi pertumbuhan serta mekarnya daun-daun muda dan pucuk-pucuk yang sedang dan juga menghalangi pertumbuhan bagian tepi daun, oleh karena itu daun-daunnya menjadi keriting (Hasibuan, 2006).

Magnesium (Mg)

Magnesium diserap dalam bentuk Mg++ dan merupakan bagian dari hijau daun yang tidak dapat digantikan oleh unsur lain, kecuali didalam hijau daum Mg terdapat pula sebagai ion didalam air-sel. Kadarnya didalam bagian-bagian vegetatif lebih rendah dari pada kadar Kalsium, tetapi pada bagian generatif adalah sebaliknya (Anonimous, 2005).

Magnesium adalah unsur yang mobile di dalam tanaman, maka kekahatan magnesium selalu terlihat pada daun-daun tua. Daun berwarna kuning, hal terjadi karena pembentukan klorofil terganggu. Pada tanaman jagung kekahatan Mg terlihat pada daun adanya garis-garis kuning yang agak menonjol sedangkan pada daun-daun muda keluar lender terutama bila kekahatan sudah berlanjut (Hasibuan, 2006).

Ketersediaan magnesium hampir sama dengan kalsium karena pemgikatnya juga sama. Disamping itu dapat juga menjadi tersedia melalui hancurnya mineral yang mengandung magnesium. Magnesium merupakan satu- satunya unsur anorganik yang terdapat pada molekul klorofil (Hakimdk k, 1991).

Gejala yang pertama kelihatan pada tanaman yang kekurangan magnesium adalah daun mengalami klorosis dan tampak ada bercak-bercak coklat. Daun yang semula hijau segar menjadi kekuningan dan tampak pucat. Warna kekuningan inipun timbul diantara tulang-tulang daun. Daun mengering dan kerap kali langsung mati. Pada tanaman berbiji, sangat jelek pengaruhnya terhadap bila kekurangan magnesium. Daya tumbuh tidak mantap alias lemah. Malahan kalau tetap tetap tumbuh, bijinya akan sangat lemah (Linggada n Marsono, 2001).

Belerang (S)

Belerang diserap oleh tanaman sebagai anion SO42-. Peranan fisiologisnya analog dengan nitrogen, sebab keduanya merupakan penyusun protein. Tetapi hanya tiga dari semua asam amino esensial mengandung belerang, sehingga jumlah mutlak belerang yang diperlukan untuk nitrisi tanaman kira-kira 17 kali lebih kecil dari jumlah nitrogen yang dibutuhkan (Indranada, 1989).

Gejala tanaman yang kekurangan belerang umunya tampak pada seluruh daun muda yang berubah menjadi hijau muda, kadan-kadang tamapak tidak merata, sedikit mengkilat agak keputihan lantas berubah menjadi kuning kehijauan. Pertumbuhan tanaman akan terhambat, kerdil, berbatang pendek dan kurus (Linggadan Marsono,2001).

Peranan unsur belerang (S) adalah :

-Sebagai koenzim yang terlibat dalam rantai transfer electron pada respirasi dan fotosintesis

- Bahan produksi sekunder yang mudah menguap

(Rinsema, 1993

Besi (Fe) merupakan unsur mikro yang diserap dalam bentuk ion feri (Fe3+) ataupun fero (Fe2+). Fe dapat diserap dalam bentuk khelat (ikatan logam dengan bahan organik). Mineral Fe antara lain olivin (Mg, Fe)2SiO, pirit, siderit (FeCO3), gutit (FeOOH), magnetit (Fe3O4), hematit (Fe2O3) dan ilmenit (FeTiO3) Besi dapat juga diserap dalam bentuk khelat, sehingga pupuk Fe dibuat dalam bentuk khelat. Khelat Fe yang biasa digunakan adalah Fe-EDTA, Fe-DTPA dan khelat yang lain. Fe dalam tanaman sekitar 80% yang terdapat dalam kloroplas atau sitoplasma. Penyerapan Fe lewat daundianggap lebih cepat dibandingkan dengan penyerapan lewat akar, terutama pada tanaman yang mengalami defisiensi Fe. Dengan demikian pemupukan lewat daun sering diduga lebih ekonomis dan efisien. Fungsi Fe antara lain sebagai penyusun klorofil, protein, enzim, dan berperanan dalam perkembangan kloroplas (Ginta, 2005).

Sifat mineral Fe relatif stabil dalam bentuk oksida, karbonat, sislikat dan sulfide. Mineral Fe dalam tanah ataupun dalam batuan antara lain olivine, pyrite, sideride, hematite. Konsentrasi Fe dalam tanah cukup tinggi yakni dapat mencapai 50.000ppm dan kebanyakan sebagai penyusun fraksi tanah. Dengan pengolahan tertentu bahan tersebut dapat dipakai sebagai bahan baku untuk membuat pupuk mikro Fe (Rosmarkam,2002).

Gejala defisiensi yang tampak adalah pada daun muda, mula-mula secara bertempat-tempat daun berwarna hijau pucat dan hijau kekuningan, sedangkan tulang daun tetap berwarna hijau serta jaringannya tidak mati. Selanjutnya pada tulang daun terjadi klorosis yang tadinya berwarna hijau berubah menjadi warna kuning dan ada pula yang menjadi warna putih (Sutedjodan Kartasapoetra, 1987).

Fungsi lain Fe ialah sebagai pelaksana pemindahan electron dalam proses metabolisme. Proses tersebut misalnya reduksi N2, reduktase solfat, reduktase nitrat. Kekurangan Fe menyebabakan terhambatnya pembentukan klorofil dan akhirnya juga penyusunan protein menjadi tidak sempurna Defisiensi Fe menyebabkan kenaikan kadar asam amino pada daun dan penurunan jumlah ribosom secara drastis. Penurunan kadar pigmen dan protein dapat disebabkan oleh kekurangan Fe. Juga akan mengakibatkan pengurangan aktivitas semua enzim (Ginta,2005).

Mangan (Mn)

Mangan diserap dalam bentuk ion Mn++. Seperti hara mikro lainnya, Mn dianggap dapat diserap dalam bentuk kompleks khelat dan pemupukan Mn sering disemprotkan lewat daun. Mn dalam tanaman tidak dapat bergerak atau beralih tempat dari logam yang satu ke organ lain yang membutuhkan. Mangan terdapat dalam tanah berbentuk senyawa oksida, karbonat dan silikat dengan nama pyrolusit (MnO2), manganit (MnO(OH)), rhodochrosit (MnCO3) dan rhodoinit (MnSiO3). Mn umumnya terdapat dalam batuan primer, terutama dalam bahan ferro magnesium. Mn dilepaskan dari batuan karena proses pelapukan batuan. Hasil pelapukan batuan adalah mineral sekunder terutama pyrolusit (MnO2) dan manganit (MnO(OH)). Kadar Mn dalam tanah berkisar antara 300 smpai 2000 ppm. Bentuk Mn dapat berupa kation Mn++ atau mangan oksida, baik bervalensi dua maupun valensi empat. Penggenangan dan pengeringan yang berarti reduksi dan oksidasi pada tanah berpengaruh terhadap valensi Mn (Ginta, 2005).

Mn merupakan penyusun ribosom dan juga mengaktifkan polimerase, sintesis protein, karbohidrat. Berperan sebagai activator bagi sejumlah enzim utama dalam siklus krebs, dibutuhkan untuk fungsi fotosintetik yang normal dalam kloroplas,ada indikasi dibutuhkan dalam sintesis klorofil (Ginta, 2005).

Defisiensi unsur Mn pada tanaman antara lain adalah pada tanaman berdaun lebar, interveinal chlorosis pada daun muda mirip kekahatan Fe tapi lebih banyak menyebar sampai ke daun yang lebih tua, pada serealia bercak-bercak warna keabu-abuan sampai kecoklatan dan garis-garis pada bagian tengah dan pangkal daun muda, split seed pada tanaman lupin (Ginta, 2005).

Seng (Zn)

Zn diserap oleh tanaman dalam bentuk ion Zn++ dan dalam tanah alkalis mungkin diserap dalam bentuk monovalen Zn(OH)+. Di samping itu, Zn diserap dalm bentuk kompleks khelat, misalnya Zn- EDTA. Seperti unsure mikro lain, Zn dapat diserap lewat daun. Kadr Zn dalam tanah berkisar antara 16- 300 ppm, sedangkan kadar Zn dalam tanaman berkisar antara 20-70 ppm. Mineral Zn yang ada dalam tanah antara lain sulfida (ZnS), spalerit [(ZnFe)S], smithzonte (ZnCO3), zinkit (ZnO), wellemit (ZnSiO3 dan ZnSiO4). Fungsi Zn antara lain : pengaktif enim anolase, aldolase, asam oksalat dekarboksilase, lesitimase,sistein desulfihidrase, histidin deaminase, super okside demutase (SOD), dehidrogenase karbon anhidrase, proteinase dan peptidase. Juga berperan dalam biosintesis auxin, pemanjangan sel dan ruas batang (Ginta, 2005).

Selain itu,seng juga dibutuhkan untuk pembentukan tripopan sebagai prekusor IAA, metabolism triptamin. Terutama sebagai kofaktor enzim dehidrogenase, alcohol, glukosa-6-P dan trease. Merangsang sintesa sitokinin C (Agustina, 1990).

Adapun gejala defisiensi Zn antara lain : tanaman kerdil, ruas-ruas batang memendek, daun mengecil dan mengumpul (resetting) dan klorosis pada daun-daun muda dan intermedier serta adanya nekrosis(Ginta,2005).

Ketersediaan Zn menurun dengan naiknya pH, pengapuran yang berlebihan sering menyebabkan ketersediaaan Zn menurun. Tanah yang mempunyai pH tinggi sering menunjukkan adanya gejala defisiensi Zn, terutama pada tanah berkapur (Ginta, 2005).

Tembaga (Cu)

Tembaga (Cu) diserap dalam bentuk ion Cu++ dan mungkin dapat diserap dalam bentuk senyaewa kompleks organik, misalnya Cu-EDTA (Cu-ethilen diamine tetra acetate acid) dan Cu-DTPA (Cu diethilen triamine penta acetate acid). Dalam getah tanaman bik dalam xylem maupun floem hampir semua Cu membentuk kompleks senyawa dengan asam amino. Cu dalam akar tanaman dan dalam xylem > 99% dalam bentuk kompleks. Dalam tanah, Cu berbentuk senyawa dengan S, O, CO3 dan SiO4 misalnya kalkosit (Cu2S), kovelit (CuS), kalkopirit (CuFeS2), borinit (Cu5FeS4), luvigit (Cu3ASS4), tetrahidrit [(Cu,Fe)12SOS3)], kufirit (Cu2O), sinorit (CuO), malasit [Cu2(OH)2CO3], adirit [(Cu3(OH)2(CO)3)], brosanit [Cu4(OH)2SO4] (Ginta,2005).

Kebanyakan Cu terdapat dalam kloroplas (>50%) dan diikat oleh plastosianin. Senyawa ini mempunyai berat molekul sekitar 10.000 dan masing-masing molekul mengandung satu atom Cu. Hara mikro Cu berpengaruh pafda klorofil, karotenoid, plastokuinon dan plastosianin (Ginta,2005).

Fungsi dan peranan Cu antara lain : mengaktifkan enzim sitokrom-oksidase, askorbit-oksidase, asam butirat-fenolase dan laktase. Berperan dalam metabolisme protein dan karbohidrat, berperan terhadap perkembangan tanaman generatif, berperan terhadap fiksasi N secara simbiotis dan penyusunan lignin.Adapun gejala defisiensi / kekurangan Cu antara lain : pembungaan dan pembuahan terganggu, warna daun muda kuning dan kerdil, daun-daun lemah, layu dan pucuk mongering serta batang dan tangkai daun lemah (Ginta, 2005).

Molibdenum (Mo)

Molibdenum diserap dalam bentuk ion MoO4-. Variasi antara titik kritik dengan toksis relatif besar. Bila tanaman terlalu tinggi, selain toksis bagi tanaman juga berbahaya bagi hewan yang memakannya. Hal ini agak berbeda dengan sifat hara mikro yang lain. Pada daun kapas, kadar Mo sering sekitar 1500 ppm. Umumnya tanah mineral cukup mengandung Mo. Mineral lempung yang terdapat di dalam tanah antara lain molibderit (MoS), powellit (CaMo)3.8H2O. Molibdenum (Mo) dalam larutan sebagai kation ataupun anion. Pada tanah gambut atau tanah organik sering terlihat adanya gejala defisiensi Mo. Walaupun demikian dengan senyawa organik Mo membentuk senyawa khelat yang melindungi Mo dari pencucian air. Tanah yang disawahkan menyebabkan kenaikan ketersediaan Mo dalam tanah. Hal ini disebabkan karena dilepaskannya Mo dari ikatan Fe (III) oksida menjadi Fe (II) oksida hidrat (Ginta, 2005).

Fungsi Mo dalam tanaman adalah mengaktifkan enzim nitrogenase, nitrat reduktase dan xantine oksidase. Gejala yang timbul karena kekurangan Mo hampir menyerupai kekurangan N. Kekurangan Mo dapat menghambat pertumbuhan tanaman, daun menjadi pucat dan mati dan pembentukan bunga terlambat. Gejala defisiensi Mo dimulai dari daun tengah dan daun bawah. Daun menjadi kering kelayuan, tepi daun menggulung dan daun umumnya sempit. Bila defisiensi berat, maka lamina hanya terbentuk sedikit sehingga kelihatan tulang-tulang daun lebih dominant (Ginta, 2005).

Boron (B)

Boron dalam tanah terutama sebagai asam borat (H2BO3) dan kadarnya berkisar antara 7-80 ppm. Boron dalam tanah umumnya berupa ion borat hidrat B(OH)4-. Boron yang tersedia untuk tanaman hanya sekitar 5%dari kadar total boron dalam tanah. Boron ditransportasikan dari larutan tanah ke akar tanaman melalui proses aliran masa dan difusi. Selain itu, boron sering terdapat dalam bentuk senyawa organik. Boron juga banyak terjerap dalam kisi mineral lempung melalui proses substitusi isomorfikdengan Al3+ dan atau Si4+. Mineral dalam tanah yang mengandung boron antara lain turmalin (H2MgNaAl3(BO)2Si4O2)O20 yang mengandung 3%-4% boron. Mineral tersebut terbentuk dari batuan asam dan sedimen yang telah mengalami metomorfosis. Mineral lain yang mengandung boron adalah kernit (Na2B4O7.4H2O), kolamit (Ca2B6O11.5H2O), uleksit (NaCaB5O9.8H2O) dan aksinat. Boron diikat kuat oleh mineral tanah, terutama seskuioksida (Al2O3 + Fe2O3) (Ginta, 2005).

Fungsi boron dalam tanaman antara lain berperanan dalam metabolisme asam nukleat, karbohidrat, protein, fenol dan auksin. Di samping itu boron juga berperan dalam pembelahan, pemanjangan dan diferensiasi sel, permeabilitas membran, dan perkecambahan serbuk sari. Gejal defisiensi hara mikro ini antara lain : pertumbuhan terhambat pada jaringan meristematik (pucuk akar), mati pucuk (die back), mobilitas rendah, buah yang sedang berkembang sngat rentan, mudah terserang penyakit (Anonimous, 2005).

Klor (Cl)

Klor merupakan unsur yang diserap dalam bentuk ion Cl- oleh akar tanaman dan dapat diserap pula berupa gas atau larutan oleh bagian atas tanaman, misalnya daun. Kadar Cl dalam tanaman sekitar 2000-20.000 ppm berat tanaman kering. Kadar Cl yang terbaik pada tanaman adalah antara 340-1200 ppm dan dianggap masih dalam kisaran hara mikro. Klor dalam tanah tidak diikat oleh mineral, sehingga sangat mobil dan mudah tercuci oleh air drainase. Sumber Cl sering berasal dari air hujan, oleh karena itu, hara Cl kebanyakan bukan menimbulkan defisiensi, tetapi justru menimbulkan masalah keracunan tanaman. Klor berfungsi sebagai pemindah hara tanaman, meningkatkan osmose sel, mencegah kehilangan air yang tidak seimbang, memperbaiki penyerapan ion lain,untuk tanaman kelapa dan kelapa sawit dianggap hara makro yang penting. Juga berperan dalam fotosistem II dari proses fotosintesis, khususnya dalam evolusi oksigen (Ginta, 2005).

Adapun defisiensi klor adalah antara lain : pola percabangan akar abnormal, gejala wilting (daun lemah dan layu), warna keemasan (bronzing) pada daun, pada tanaman kol daun berbentuk mangkuk (Anonimous, 2005).

http://www.scribd.com/doc/29584818/UNSUR-HARA-TANAMAN#

Budidaya Paprika

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jumlah penduduk yang semakin bertambah menuntut tersedianya bahan pangan yang dapat memenuhi kebutuhan penduduk untuk kelangsungan hidupnya. Salah satu bahan pangan yang menjadi kebutuhan penduduk adalah sayuran. Sayuran menjadi penting dalam kebutuhan pangan penduduk karena menjadi salah satu penyedia gizi berupa serat, vitamin, protein dan lain-lainnya yang dibutuhkan oleh tubuh manusia.

Paprika merupakan salah satu komoditas sayuran yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Jumlah kandungan gizi paprika tiap 100 g buah paprika hijau segar dapat dilihat pada pada Tabel 1.

Tabel 1 Kandungan Gizi Cabai Paprika dalam Setiap 100 gram Buah Hijau Segar

No.

Jenis zat

Kadar

1

Protein

0,90 g

2

Lemak

0,30 g

3

Karbohidrat

4,40 g

4

Kalsium

7,00 mg

5

Fosfor

22,00 mg

6

Zat Besi

0,40 mg

7

Kalium

11,00 mg

8

Vitamin A

22,00 IU

9

Vitamin B-1

540,00 mg

10

Vitamin B-2

0,02 mg

11

Vitamin C

160,00 mg

12

Niasin

0,40 mg

Sumber : Table of Representative Value of Food Commonly Used in Tropical Countries (1982) dalam Imam Harjono, 1994. Dikutip oleh Heru Prihmantoro dan Y.H. Indriani, 2000.

Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa paprika memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi, yaitu terdiri dari protein, lemak, karbohidrat, vitamin A, vitamin B, vitamin C, serta mineral seperti Ca, Fe, P, dan K.

Di Indonesia, tanaman ini banyak diusahakan di daerah seperti Brastagi, Lembang, Cipanas, Bandung, Dieng, dan Purwokerto. Jika dibandingkan dengan permintaan jenis cabai yang lain, permintaan paprika lebih kecil, luas penanaman paprika terus berkembang seiring dengan permintaan pasar yang terus meningkat. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi paprika adalah melalui intensifikasi lahan dan teknologi budidaya. Teknik budidaya sayuran di dalam greenhouse merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan produksi pada kondisi lahan yang semakin sempit sebagai akibat dari konversi lahan pertanian menjadi kawasan industri dan pemukiman. Keuntungan yang dapat diperoleh dari teknik budidaya tanaman sayuran di dalam greenhouse antara lain adalah pertumbuhan tanaman terkontrol, produksi tidak bergantung musim, serta harga jual komoditi lebih tinggi dibandingkan dengan harga jual komoditi yang dibudidayakan secara tradisional di lahan terbuka. Usaha budidaya paprika di Kabupaten Bandung mulai marak sejak tahun 1994. Pada awal usaha ini dilakukan, petani paprika menggunakan modal mereka sendiri. Pada tahun 1997 petani memperoleh kredit dari bank untuk pengembangan usaha budidaya paprika. Di Kabupaten Bandung, usaha ini dapat bertahan selama masa krisis ekonomi. Peluang pasar komoditas paprika baik di pasar global, regional, dan lokal perlu diraih antara lain melalui program-program yang mendukung pengembangan komoditi ini dari mulai pembudidayaannya di lahan petani, pengolahan hasilnya menjadi berbagai produk agroindustri, dan pemasaran produk-produk tersebut.

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Sejarah Tanaman Paprika

Pada saat ini tanaman paprika (Capsicum annum var. grossum L.) merupakan salah satu komoditas penting yang dibudidayakan di bawah naungan (protected cultivation). Tanaman paprika berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan dimana banyak spesies telah dibudidayakan beratus tahun sebelum Colombus mendarat di benua tersebut (Alberta, 2004 dan Wien, 1997 dikutip T.K. Moekasan, dkk., 2008 ). Penanaman paprika menyebar ke Eropa dan Asia setelah tahun 1.500-an. Pada awal penyebaran di Eropa, tanaman paprika dibudidayakan di lahan terbuka (outdoor).

3.2 Klasifikasi Tanaman Paprika

Menurut Linnaeus book, Species Plantarium (1753) dikutip oleh Heru Prihmantoro dan Y.H. Indriani (2000), klasifikasi botanis tanaman paprika yaitu :

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Classis : Dicotyledonae

Ordo : Solanales

Familia : Solanaceae

Genus : Capsicum

Species : C. annuum

Varietas : grossum

3.3 Morfologi Tanaman Paprika

Secara morfologi, bagian atau organ-organ penting tanaman paprika adalah sebagai berikut (Bambang Cahyono, 2003) :

1 Batang

Tanaman paprika memiliki batang yang keras dan berkayu, berbentuk bulat, halus, berwarna hijau gelap, dan memilki percabangan dalam jumlah yang banyak. Batang utama tanaman tumbuh tegak dan kuat. Cabang tanaman beruas-ruas, setiap ruas ditumbuhi daun dan tunas. Percabangan pada tanaman paprika lebih kompak dan lebih rimbun dibandingkan dengan percabangan pada cabai rawit atau cabai jenis lain.

2 Daun

Daun cabai paprika berbentuk bulat telur dengan ujung runcing dan tepi daun rata (tidak bergerigi/berlekuk). Daun merupakan daun tunggal dan memiliki tulang daun menyirip. Kedudukan daun agak mendatar. Daun memiliki tangkai daun yang melekat pada batang atau cabang. Jumlah daun dalam satu tanaman relatif banyak sehingga tanaman tampak rimbun. Daun tanaman paprika memilki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan daun tanaman cabai rawit.

3 Bunga

Bunga cabai paprika merupakan bunga tunggal (soliter) berbentuk bintang, dengan mahkota bunga berwarna putih. Bunga tumbuh menunduk pada ketiak daun. Penyerbukan bunga terjadi melalui penyerbukan sendiri (self pollinated), namun dapat juga terjadi penyerbukan secara silang, dengan tingkat keberhasilan sekitar 56%.

4 Buah

Buah akan terbentuk setelah terjadi penyerbukan. Buah cabai paprika memilki keanekaragaman bentuk, ukuran, warna, dan rasa. Pada umumnya, buah cabai paprika berbentuk seperti tomat, tetapi dengan permukaan bergelombang lebih bulat dan pendek, atau berbentuk seperti genta besar atau bersegi-segi sangat jelas. Buah paprika berongga pada bagian dalamnya. Ukuran buah bervariasi, ada yang berukuran besar, panjang, atau pendek. Buah berdaging tebal (ketebalan sekitar 0,5 cm), agak manis, dan tidak pedas, walaupun memiliki bau pedas yang menusuk.

5 Biji

Biji cabai paprika terdapat dalam jumlah sedikit, berbentuk bulat tipis, dan berwarna putih kekuning-kuningan. Biji tersusun berkelompok (bergerombol) dan saling melekat pada plasenta. Ukuran biiji cabai paprika lebih besar dibandingkan dengan biji cabai rawit. Biji-biji ini dapat digunakan sebagai bibit dalam perbanyakan tanaman (perkembangbiakan).

6 Akar

Tanaman cabai paprika memiliki akar tunggang yang tumbuh lurus ke pusat bumi dan akar serabut yang tumbuh menyebar ke samping (horizontal). Perakaran tanaman tidak dalam dan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada tanah yang gembur, porous (mudah menyerap air), dan subur.

3.4 Varietas Paprika

Tanaman cabai paprika memiliki banyak varietas, yang masing-masing memiliki keunggulan dalam hal kemampuan berproduksi, bentuk/tipe buah, bobot buah, rasa buah, daya adaptasi terhadap lingkungan, dan ketahanan terhadap serangan hama.

Komoditas paprika pada umumnya dibedakan menurut bentuk , warna, dan ukuran. Pada umumnya bentuk paprika dibagi menjadi dua bentuk, yaitu yang berbentuk blok (blocky) atau lonceng (bell) dan yang berbentuk lonjong (lamujo) (Hadinata, 2004).

Dari segi warna, paprika dibedakan menurut empat warna utama yaitu merah, hijau, kuning, dan orange. Selain warna utama ada juga paprika warna hitam, coklat, putih, dan ungu.

Paprika hijau

Paprika kuning

Paprika orange

Paprika merah

Gambar 1 Jenis Paprika Berdasar Warna Utama (Foto : Rina )


Gambar 2 Jenis Paprika Berdasar Selain Warna Utama (Foto : Rina )

Paprika hitam

Paprika ungu

Paprika putih

Paprika coklat

Selain bentuk dan warna, harga jual buah paprika ditentukan pula oleh ukuran buah. Pada umumnya ukuran buah dibedakan menjadi empat kategori yaitu (Hadinata, 2004) :

1) Kecil, diameter buah 6,5 cm – 8 cm, bobot buah 120 gram – 160 gram

2) Sedang , diameter buah 8 cm – 9,5 cm, bobot buah 160 gram – 200 gram

3) Besar, diameter buah 9,5 cm – 11 cm, bobot buah 200 gram – 250 gram

4) Sangat besar, diameter buah > 11 cm, bobot buah > 250 gram

Ada beberapa kultivar paprika yang saat ini ada di pasaran. Kultivar paprika yang berwarna merah antara lain adalah ‘Edison’, ‘Chang’, ‘Spartacus’, ‘Athena’, dan ‘Spider’, yang berwarna kuning antara lain ‘Sunny’, ‘Capino’, ‘Goldflame’, dan ‘Manzanila’, sedangkan berwarna orange antara lain ‘Magno’ dan ‘Leon’.

3.5 Syarat Tumbuh Tanaman Paprika

Menurut T.K. Moekasan, dkk. (2008), paprika termasuk tanaman semusim yang dapat tumbuh di dataran tinggi dengan ketinggian 700-1.500 m dpl dengan kelembaban udara sekitar 80%. Tanaman paprika dapat tumbuh dengan baik pada tanah mediteran dan aluvial dengan kondisi tanah lempung berpasir atau liat berpasir. Derajat keasaman (pH) yang cocok bagi pertumbuhan tanaman paprika berkisar antara 6,0-7,0; dan pH optimal 6,5.

Tanaman paprika memerlukan temperatur 21°C-27°C pada siang hari dan 13°C-16°C pada malam hari. Tanaman paprika masih dapat tumbuh pada temperatur 30°C, namun pada temperatur 38°C pada siang hari dan 32°C pada malam hari, semua bunga dan bakal buah gugur. Di Indonesia, tanaman ini cocok ditanam di dataran ringgi yang bersuhu 16°C - 25°C (Heru Prihmantoro dan Y.H. Indriani, 2000).

Curah hujan yang sesuai untuk tanaman cabai paprika adalah sekitar 250mm/bulan. Curah hujan yang tinggi menyebabkan tanaman mudah terkena penyakit yang disebabkan oleh cendawan ataupun bakteri. Curah hujan yang tinggi menyebabkan pembuahan terhambat karena serbuk sari menjadi tidak berfungsi.

Intensitas sinar matahari yang diperlukan tanaman ini berkisar antara 22% sampai 30% dari intensitas sinar matahari total yang diterima tanaman.

3.6 Budidaya Tanaman

3.6.1 Persemaian

Sebelum ditanam, benih paprika harus disemai terlebih dahulu. Penyemaian benih sebaiknya dilakukan di dalam rumah persemaian yang terpisah dari rumah penanaman. Di dalam rumah persemaian dibuat meja-meja dengan ukuran lebar dan tinggi masing-masing 1 m dengan panjang disesuaikan dengan keadaan tempat.

Menurut Muchjidin Rachmat, dkk. (2006), pelaksanaan penyemaian benih paprika adalah sebagai berikut:

Sterilisasi tempat persemaian

1 Tujuh hari sebelum semai, tempat dan meja persemaian disemprot dengan formalin 3%,

2 Pada tiga hari sebelum semai, tempat dan meja persemaian disemprot dengan fungisida Previcur (1ml/L),

3 Dua hari sebelum semai, baki persemaian, pinset, baki plastik, dan hand sprayer direndam dalan air suam-suam kuku selama 1 jam.

Media persemaian

1 Tiga hari sebelum semai, media persemaian (arang sekam) dijenuhkan dengan larutan fungisida Previcur 1ml/L dan ditutup menggunakan mulsa selama tiga hari,

2 Benih paprika direndam di dalam air suam-suam kuku selama 30 menit lalu ditiriskan di atas bak plastik,

3 Setelah tiga hari media persemaian dimasukkan ke dalam baki persemaian lalu dibasahi dengan air bersih

4 Pada media semai dibuat lubang semai dengan jarak 2 cm tiap lubang untuk perkembangan benih dengan menggunakan pinset.

5 Benih paprika yang sudah direndam dengan air hangat, ditempatkan satu per satu pada setiap lubang semai sedalam 0,5 cm menggunakan pinset dengan bakal tunas (lembaga) harus menghadap ke bawah

6 Benih dalam baki persemaian ditutup dengan menggunakan kertas tisu. Kertas tisu disemprot dengan air bersih menggunakan penyemprot tangan. Selanjutnya benih disimpan dalam meja persemaian pada suhu 20°C-25°C dengan kelembaban udara 70%-90%. Jika suhu panas, meja persemaian terlalu tinggi dengan kelembaban udara rendah maka lemari persemaian disemprot dengan air bersih. Kelembaban kertas tisu dan media semai diperiksa setiap hari jika kelembaban kurang maka media disemprot dengan menggunakan air bersih

7 Pada umur 5-7 hari setelah semai (HSS), pada umumnya benih telah berkecambah yang ditandai dengan tumbuhnya tunas pada lembaga. Kertas tisu dibuka dan lampu pada meja persemaian mulai dibuka.

8 Pada umur 10-12 HSS setelah bibit tumbuh rata (mempunyai dua helai daun), baki persemaian dikeluarkan dari rak dan diletakkan di tempat terbuka. Bibit kemudian dibiarkan beradaptasi dengan lingkungan selama 2-3 hari. Penyiraman bibit dengan air bersih dilakukan dengan menggunakan hand sprayer.

3.6.2 Persiapan Tanam

Menurut T.K. Moekasan, dkk. (2008), media tanam untuk tanaman paprika yang umum digunakan pada saat ini adalah arang sekam. Wadah tanam paprika berupa polybag diameter 30 cm atau berupa slab (bantalan) dengan panjang 0,8 m dan lebar 0,25 m. Pada setiap slab dibuat dua lubang tanaman dengan jarak 30 cm, 40 cm atau 50 cm.

Lantai greenhouse harus dilapisi mulsa plastik hitam perak. Sebelum tanam perlu dilakukan sterilisasi lahan dengan tahapan sebagai berikut :

1 Dinding greenhouse dicuci dengan air bersih menggunakan power sprayer, selanjutnya disemprot dengan menggunakan desinfektan.

2 Atap plastik dicuci bersih dengan menggunakan air sabun.

3 Peralatan fertigasi (selang Polyetilene) direndam dalam larutan HNO3 (1ml/L) selama 24 jam untuk membersihkan sisa-sisa pupuk, selanjutnya dicuci bersih dengan menggunakan air sabun dan dibilas air bersih.

4 Benang-benang atau tali plastik penyangga tanaman paprika yang sudah lapuk harus diganti dengan yang baru.

3.6.3 Penanaman

T.K. Moekasan, dkk. (2008), menyebutkan bahwa sebelum dilakukan penanaman, polybag atau slab diisi dengan arang sekam kemudian diletakkan di dalam greenhouse dengan alas bata merah atau batako. Sehari sebelum penanaman, dilakukan penjenuhan media tanam dengan pupuk AB Mix pH 5,8 dan EC 2. Media tanam dibasahi dengan larutan pupuk tersebut hingga merata. Penanaman dilakukan pada sore hari sekitar pukul 17.00, karena pada saat itu suhu dalam greenhouse sudah relatif rendah sehingga tanaman tidak layu.

Bibit paprika dapat dipindahkan untuk ditanam di greenhouse setelah memiliki 5-8 helai daun atau sekitar enam minggu setelah semai. Jarak antar polybag yang digunakan adalah 1,2 m x 0,5 m. Selain menggunakan polybag dengan diameter 30 cm, penanaman paprika dapat pula dilakukan di dalam slab dengan panjang 1 m dan lebar 0,25 m dan di setiap slab dibuat lubang tanaman dengan jarak 50 cm. Masing-masing lubang tanaman ditanami dua tanaman paprika.

3.6.4 Pemeliharaan Tanaman

Untuk mendapatkan hasil yang optimal maka tanaman paprika perlu dipangkas (T.K. Moekasan, dkk. 2008). Pada umur tanaman sekitar 1-3 minggu setelah tanam (MST), tanaman paprika biasanya membentuk dua sampai tiga cabang. Pada titik ini dipilih dua cabang/batang utama yang dipelihara dalam satu tanaman. Biasanya tanaman dapat mencapai sampai 4 m tingginya sehingga diperlukan tali untuk menyangga agar tanaman tetap tegak berdiri. Pemangkasan tunas air atau sering disebut pewiwilan juga dilakukan. Pemangkasan juga dimaksudkan untuk memperbaiki sirkulasi udara sekitar tanaman dan membantu mengurangi serangan penyakit. Pemangkasan tunas air dilakukan satu sampai dua minggu sekali tergantung keadaan tanaman.

Walaupun budidaya tanaman paprika sudah dilakukan di dalam greenhouse yang menggunakan kasa pada tiap sisinya, hama dan penyakit masih tetap ada dan menyerang tanaman paprika yang tumbuh di dalamnya. Hama yang banyak menyerang tanaman paprika adalah thrips. Pengendalian hama tersebut dapat dilakukan dengan pemasangan perangkat lekat berwarna kuning atau biru. Jika serangan hama tetap ada dapat dilakukan pengendalian secara mekanik, yaitu dengan mengumpulkan serangga hama tersebut secara manual. Untuk mencegah serangan penyakit, menjaga kebersihan kebun merupakan salah satu faktor utama. Jika serangan hama dan penyakit tetap ada baru dilakukan pengendalian secara kimiawi dengan menggunakan insektisida.

Menurut T.K. Moekasan, dkk. (2008), pemberian air dan pupuk yang diberikan secara bersamaan disebut sistem fertigasi. Agar perolehan hasil pertumbuhan tanaman optimal, fertigasi harus difokuskan pada pemberian air dan pupuk yang dibutuhkan sesuai dengan tahap perumbuhan tanaman. Fertigasi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan budidaya paprika.

Pada umumnya ada dua sistem fertigasi yang digunakan petani paprika Indonesia, yaitu sistem fertigasi manual dan sistem fertigasi tetes (drip fertigation system). Pada sistem fertigasi manual, pemberian larutan pupuk dilakukan dengan cara menyalurkan larutan pupuk tersebut ke dalam polybag satu per satu secara manual menggunakan selang atau gayung. Pada sistem fertigasi tetes, pemberian larutan pupuk secara otomatis disalurkan melalui pipa-pipa dan selang Polyetilene dengan bantuan pompa air atau gaya gravitasi ke dalam tiap polybag atau slab.

Di tingkat petani, frekuensi fertigasi dalam satu hari disesuaikan dengan kondisi cuaca. Pada kondisi panas dan tidak ada hujan, umumnya 4-5 kali dalam satu hari, sedangkan pada kondisi hujan dan mendung sebanyak 3-4 kali.

Banyaknya volume fertigasi pada tanaman paprika tergantung pada umur tanaman. Menurut T.K. Moekasan (2003), volume fertigasi pada tanaman paprika pada fase vegetatif (1-< 6 MST) rata-rata adalah sebanyak 600 ml/tanaman/hari. Pada fase berbunga dan mulai berbuah (6-8 MST) volume fertigasi yang diberikan adalah sebanyak 900 ml/tanaman/hari, sedangkan fase pematangan buah sampai panen adalah sebanyak 1.500 ml/tanaman/hari.

Dalam pengelolaan fertigasi, dua faktor yang perlu diperhatikan adalah EC dan pH larutan fertigasi. EC atau Electro Conductivity berarti penghantaran listrik di dalam suatu larutan. Nilai EC merupakan indikator kepekatan hara dalam suatu larutan dan satuan ukurannya mS/cm (atau mmho/cm). Nilai EC yang digunakan untuk tanaman paprika tergantung pada tingkat pertumbuhan paprika tersebut. Tanaman kecil yang relatif belum membutuhkan hara yang banyak, biasanya diberi EC 1 dan mulai membesar diberi EC 1,2-1,5. Bila lebih besar lagi diberi EC 1,8-2 atau lebih tinggi lagi. Untuk tanaman paprika, sering ditingkatkan menjadi 2,5-3. Aturan umum dalam pengelolaan tingkat garam terlarut di daerah perakaran adalah EC keluar tidak boleh lebih daripada EC masuk. Apabila perbedaan EC masuk dan EC keluar sudah melebihi 1, maka dilakukan pencucian media tanam dengan menggunakan larutan nutrisi EC yang lebih rendah misalnya dengan EC 1 atau 1,2 (Alberta, 2004 dikutip Nikardi Gunadi, dkk. 2006).

pH adalah kadar keasaman dan garam alkali dalam air dan terukur dalam skala 0 sampai 14. Makin rendah nilai pH menandakan makin asam suatu larutan dan makin tinggi pH menandakan makin basa atau alkali suatu larutan. Nilai pH normal suatu larutan adalah 7, namun pH optimum untuk suatu larutan nutrisi agar dapat tersedia bagi tanaman adalah 5,5 sampai 6.

Seperti tanaman lainnya, tanaman paprika juga memerlukan unsur hara makro dan mikro untuk pertumbuhannya dan memberikan hasil panen yang baik. Jumlah unsur hara yang diberikan pada dasarnya harus berada dalam keadaan cukup dan seimbang agar tingkat hasil tanaman yang diharapkan dapat tercapai. Pemberian nutrisi untuk tanaman paprika yang direkomendasikan oleh Alberta dan Morgan & Lennard disajikan pada Tabel 2.


Tabel 2 Rekomendasi Pemberian Nutrisi untuk Tanaman Paprika

Unsur Hara

Alberta (2004)

(ppm)

Morgan & Lennard (2000)

Tanaman semaian (ppm)

Tanaman muda (ppm)

Tanaman berbuah (ppm)

Nitrogen (N)

200

93

181

239

Fosfor (P)

55

15

58

81

Kalium (K)

318

96

217

349

Kalsium (Ca)

200

96

171

72

Magnesium (Mg)

55

12

48

81

Besi (Fe)

3

4,9

4,9

4,9

Mangan (Mn)

0,5

1,97

1,97

1,97

Kopper (Cu)

0,12

0,25

0,25

0,25

Molybdenum (Mo)

0,12

0,05

0,05

0,05

Seng (Zn)

0,2

0,25

0,25

0,25

Boron(B)

0,9

0,7

0,7

0,7

Sumber : Alberta(2004); Morgan dan Lennard (2000) dikutip Nikardi Gunadi, dkk. (2006)

Pada saat ini, nutrisi untuk tanaman paprika sudah tersedia di pasaran dalam bentuk paket yang terdiri dari dua campuran pupuk yaitu A dan B sehingga sering disebut juga AB Mix. Campuran pupuk ini terdiri atas dua bagian, yaitu pekatan A dan B. bagian A mengandung unsur Ca, sedangkan bagian B mengundang unsur sulfat dan fosfat. Oleh karena itu, bagian A dan B tidak boleh dicampur dalam keadaan larutan pekat. Jika bagian A dan B dalam keadaan larutan pekat dicampurkan, maka ketiga unsur tersebut akan bersenyawa membentuk endapan, sehingga akan terjadi penyumbatan pada saluran fertigasi. Di pasaran, pupuk untuk hidroponik dijual dalam bentuk paket A dan B. Bobot masing-masing paket tersebut untuk tiap merk dagang berbeda-beda. Namun pada umumnya satu paket pupuk pekatan A dan B, masing-masing untuk diencerkan dalam 90 liter air, larutan ini disebut larutan pekat. Untuk mendapatkan larutan nutrisi siap siram dari masing-masing larutan pekat tersebut diambil 5 liter, selanjutnya diencerkan dengan 990 liter air (T.K. Moekasan, 2003).

3.6.5 Panen dan Pasca Panen

Waktu panen tanaman paprika tergantung pada kondisi pertanaman, biasanya tanaman paprika dapat dipanen mulai umur 2 sampai 2,5 bulan dengan buah paprika masih hijau. Paprika warna hijau ini bila dibiarkan akan terus menjadi buah paprika yang berwarna merah, kuning, orange, tergantung pada varietasnya.

Menurut Hadinata (2004), paprika hendaknya dipanen pada pagi hari ketika suhu udara di dalam rumah kasa masih rendah dan kelembaban udara masih cukup tinggi. Pada umumnya buah dipanen ketika persentase warnanya sudah mencapai 80-90%. Pemanenan hendaknya menggunakan pisau atau gunting tajam, yang sebelum digunakan dicelupkan terlebih dahulu ke dalam larutan susu skim. Pemotongan tangkai harus dilakukan secara hati-hati agar tangkai buah tidak cacat, karena hal itu akan menurunkan kualitas buah. Kulit buah paprika tidak boleh tergores oleh gunting, pisau atau benda lain. Setelah itu buah diletakkan di dalam keranjang. Bekas potongan tangkai buah diolesi dengan larutan fungisida untuk mencegah masuknya penyakit. Setelah dipanen buah diletakkan di tempat yang teduh sebelum dibawa ke tempat penanganan pascapanen.

Penanganan pascapanen paprika meliputi kegiatan sortasi, grading, pencucian, penyimpanan, pengemasan dan pengangkutan. Sortasi merupakan kegiatan untuk memisahkan buah cabai paprika yang sehat dari buah paprika yang rusak (cacat) karena serangan hama dan penyakit. Selain itu, sortasi juga diperlukan untuk memisahkan buah cabai paprika berdasarkan keseragaman ukuran maupun tingkat kerusakannya. Dari hasil sortasi tersebut kemudian dilakukan pengelompokan buah paprika menjadi beberapa kelas mutu.

Pembersihan atau pencucian dapat dilakukan dengan menggunakan Neutral Cleaner Brogdex. Setelah pencucian, buah paprika dikeringkan menggunakan lap halus.

Pengemasan paprika dapat menggunakan keranjang bambu, karton, kantong jala atau karung goni. Sebelum dimasukkan ke dalam kemasan, paprika sebaiknya dikemas terlebih dahulu dalam kantong plastik Polyethylene berukuran satu kilogram yang telah dilubangi. Jika paprika akan dikirim ke tempat yang jauh sebaiknya menggunakan kendaraan berpendingin (7°C-12°C) agar kesegaran buah tetap terjaga.

DAFTAR PUSTAKA


Bambang Cahyono. 2003. Cabai Paprika, Teknik Budi Daya dan Analisis Usaha Tani. Kanisius. Yogyakarta.

Faisal Sukma P. 2005. Laporan Praktek Kerja Lapangan Budidaya dan Pemasaran Paprika (Capsicum annuum var grossum) Secara Hidroponik Substrat dengan Sistem Irigasi Tetes. Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.

Faisal Sukma P. 2010. Laporan Budidaya Paprika PT. Momenta Agrikultura. Lembang.

Nikardi Gunadi, T.K. Moekasan, L. Prabaningrum, H.de Putter, dan A. Everaarts. 2006. Budidaya Tanaman Paprika (Capsicum annum var. grossum) di Dalam Rumah Plastik. Balitsa bekerjasama dengan APR, Wageningen University and Research Center, The Netherlands. Lembang.

Hadinata, T. 2004. Standar Mutu Paprika. Makalah disampaikan dalam Seminar “Potensi dan Kendala Budidaya Tanaman Paprika di Rumah Plastik” oleh Balai Penelitian Sayuran di Aula Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang-Bandung, Sayuran nelitian aya adipada tanggal 18 Desember 2004.

T.K. Moekasan. 2003. Budidaya Tanaman Sayuran dengan Sistem Semi Hidroponik. Makalah yang disampaikan pada acara Temu Aplikasi Paket Teknologi Pertanian yang diselenggarakan oleh BPTP Jakarta pada tanggal 23 Desember 2003, di BPTP Jakarta.

T.K. Moekasan, L. Prabaningrum, N. Gunadi. 2008. Budidaya Paprika di Dalam Rumah Kasa Berdasarkan Konsepsi Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Balitsa. Lembang.

Heru Prihmantoro dan Y. H. Indriani. 2000. Paprika Hidroponik dan Non Hidroponik. PT. Penebar Swadaya, Jakarta.

Muchjidin Rachmat, Rusli Nyak H., Nikardi Gunadi, T.K. Moekasan, L. Prabaningrum, Anas D. Susila, Yogawati D. Agustini, Enung Hartati S., Siregar Irma, Novia Yosrini, Popy Suryani S., Adityo Utomo, Dadan Hidayat, Mimin Pakih, Pidio Leksmono, Wawan Suherman, Nono Suryono, Andi Permadi, Asep Tisna, Citra, Suplihaz, Dedin. 2006. Standar Prosedur Operasional (SPO) Paprika di Greenhouse. Departemen Pertanian.

Zulkarnain. 2009. Dasar-Dasar Hortikultura. Bumi Aksara. Jakarta.